I’M NOT ABRAHAM AT ALL

Kejadian 22 : 9-10 Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api. Sesudah itu Abraham mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.

Judul artikel ini merupakan hasil perenungan saya dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Dan harus saya akui, saya sama sekali tidak seperti Abraham dalam mentaati dan menyenangkan Tuhan. Begitu banyak hal dalam hidup saya yang sulit untuk dilepaskan ke dalam tangan Tuhan, bahkan ketika Dia meminta saya untuk melakukannya. Saya sama sekali bukan Abraham, dan bahkan tidak bisa dibandingkan dengan dia walaupun 10 persennya saja. Yah...benar sekali itu. Hal ini adalah sebuah pengakuan yang harus saya buat ketika selesai merenungkan perikop tentang bagaimana Abraham membawa Ishak anaknya yang sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun dia nantikan, untuk dipersembahkan kepada Tuhan ketika Tuhan memintanya.

Berapa banyak hal yang terjadi dalam hidup kita, yang mungkin sudah kita nantikan berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun? Dan ketika akhirnya terpenuhi, Tuhan meminta kita untuk bisa menyerahkannya kembali kepada Tuhan, dapat anda bayangkan betapa sulitnya hal itu. Kalau bisa, pastilah kita akan bernego dengan Tuhan dan meminta supaya jangan yang ini yang Tuhan minta. Bisa jadi ‘sesuatu’ itu akhirnya menjadi satu ‘kesenangan’ atau ‘favorit’ kita. Bisa anda bayangkan kesulitannya untuk melepaskannya kembali. Bahkan dunia bisa mengatakan betapa bodohnya kita kalau kita melepaskannya begitu saja setelah sekian lama berjuang dan menantikannya.

Tapi dari kisah Abraham ini, kita bisa melihat bagaimana ia tidak menaruh hatinya melekat pada anaknya, tapi melekat pada Tuhan. Ia adalah seorang yang terpandang dan sangat kaya raya. Tapi semua kekayaannya itu pasti tidak akan sebanding dengan anaknya, hasil perkawinannya dengan Sarah. Buah hatinya, satu-satunya putra yang akan menjadi akhli warisnya. Tentulah ia akan jauh lebih mudah untuk memberikan seluruh hartanya dibanding kehilangan anak tunggal dari Sarah ini. Ishak tentulah merupakan ‘kesukaannya’ – ‘favorit’nya. Tentu sulit bagi dia untuk melepaskannya.

2 Tawarikh 20:7 Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya?

Kalau Abraham mendapat penghargaan dari Allah sehingga dia disebut sebagai sahabat Allah, itu pasti karena Abraham tahu bagaimana menghargai dan menyenangkan hati Allah. Sahabat bukanlah sahabat kalau dia egois. Sahabat bukan sahabat kalau dia tidak mau berkorban bagi sahabatnya. Dan Abraham memang seorang sahabat yang tahu bagaimana melakukannya. Apalagi sahabatnya itu bukan orang sembarangan, melainkan Allah sendiri, yang ia sudah alami segala kebaikan dan kemurahanNya selama ini. Jadi, dia tidak punya perasaan takut dan khawatir sama sekali dalam kehidupannya setiap kali Allah meminta sesuatu dari dia, Abraham akan melakukannya dengan tidak banyak bertanya-tanya. Ia hanya akan mentaatinya.

Bisa anda bayangkan perasaannya ketika dia harus mengajak Ishak naik ke gunung, dan mengikat dia di sana di atas mezbah dan kayu-kayu siap untuk disembelih dan dibakar. Saya yakin sekali hatinya pasti tidak karuan. Tapi imannya hanya berfokus pada sahabatnya. Ia yakin sahabatnya itu tidak akan menyakitinya. Ia yakin pada Allahnya yang maha kuasa itu. Hal itulah yang membuat dia tidak menanti berlama-lama untuk segera melakukan yang sahabatnya minta.

Dan imannya itu benar. Allah memang tidak mengijinkan dia menaruh pisau itu pada leher anaknya yang tunggal. “Telah kuketahui sekarang....” kata Allah padanya (Kej 22:12). Ya ampun...Dia Cuma mau tahu...Cuma cari tahu...Cuma ingin tahu....apakah hati Abraham melekat pada miliknya atau pada Allah. Cuma itu!!!!! Anda baca baik-baik ayat tersebut.

Kejadian 22 : 12 Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."

Dia cuma mau tahu, dan setelah tahu, dia tidak ijinkan Abraham kehilangan miliknya yang sangat berharga itu. Hati Abraham tetap miliknya, sekalipun dia sudah mendapatkan apa yang dia idam-idamkan, yang sudah dia doakan bertahun-tahun, Abraham tidak menaruh hatinya pada apa yang dia punya. Hatinya tetap milik Allah. Dan Allah merasa senang mengetahui hal itu. Dan sebagai upahnya, Dia sediakan seekor domba di sana untuk dipersembahkan ganti Ishak, anak perjanjian itu. Allah tidak ijinkan dia kehilangan ‘hadiah’ yang sudah Dia berikan sendiri pada Abraham.

Bukan Cuma itu, tapi Allah juga memberkati Abraham dengan begitu limpahnya, sehingga dia disebut menjadi sangat kaya. Abraham dan keturunannya, Ishak, menjadi kaya, semakin kaya dan sangat kaya. Allah memberikan banyak kemudahan kepadanya untuk mendapatkan semua kekayaannya itu. Dia dipercayakan begitu banyak hal, karena Dia tahu bahwa Abraham tidak menaruh hatinya pada semua harta miliknya, tapi tetap melekat pada Allah.

Kembali lagi pada perenungan saya pribadi, saya merasa malu karena seringkali, ketika Allah meminta sesuatu dari saya, maka saya membutuhkan waktu yang begitu lama untuk menjawabnya. Bahkan seringkali juga saya menolak permintaan itu dengan alasan bahwa ‘kayaknya itu bukan dari Tuhan, deh..’ haha..alasan yang dibuat untuk menghindari suatu permintaan yang sulit saya penuhi. Memalukan!! Tapi giliran saya mendapat jawaban atas doa, saya pasti akan bilang Tuhan itu baik. Jadi, kalau saya renungkan hal ini baik-baik...dengan jujur harus saya katakan...’saya bukan Abraham sama sekali...saya tidak bisa disebut sahabat Allah...’.

Sahabat bukan sahabat kalau egois. Sahabat bukan sahabat kalau tidak bisa mengerti perasaan sahabatnya. Sahabat bukan sahabat kalau tidak bisa mempercayai sahabatnya itu. Jadi, dalam banyak hal saya bukan sahabat Allah karena seringkali saya belum bisa memahami Allah. Saya belum bisa menyelami kedalaman hatiNya. Saya belum bisa menangkap maksudNya. Saya belum bisa melakukan apa yang diharapkanNya. Dengan kata lain, saya bukan Abraham sama sekali.

Tapi saya tidak mau berada di level ini terus menerus. Saya ingin naik ke gunungnya Allah. Saya ingin bisa bertemu muka dengan muka dengan Allah seperti Abraham. Saya mau mengalami transformasi dalam hidup saya. Saya ingin mengalami sukacita seperti Abraham. Saya mau dibentuk seperti Abraham dibentuk dalam kehidupannya.

Karena itulah saya terus belajar untuk dekat dengan Tuhan. Saya mencari hatinya Allah dan bicara secara pribadi dengan Dia, sekalipun ada masa-masa di mana saya tidak bisa ‘mendengar’ Dia berbicara. Tapi saya percaya, dalam masa itupun bukan artinya Dia tidak ‘berbicara’. Ada kalanya Dia ijinkan saya berdiam, sama seperti Dia berdiam, supaya saya bisa ‘mendengar’ kedalaman hatiNya, dan melihat kebaikanNya.

Mazmur 63:1 Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.

Ya, seperti Daud ketika dia di padang gurun, dia tetap haus dan rindu kepada Allah. Dia belajar tentang pemeliharaan Allah yang luar biasa dalam hidupnya. Begitu juga kita.

Berapa banyak doa yang sudah Allah jawab, dan berapa banyak harapan yang sudah Dia penuhi, berapa banyak kebaikanNya yang sudah nyata dalam hidup kita. Berapa banyak lembah yang kita lewati bersama Dia, dan berapa banyak lorong yang sudah bisa kita lampaui bersama Dia. Rasanya semua itu seharusnya sudah bisa menjadi bukti dari kebaikan dan pemeliharaanNya. Masakan kita masih ragu maju melangkah? Masakan kita masih meragukan niat baikNya? Masihkan kita takut untuk menyerahkan hidup kita dalam tanganNya?

Belajar dari Abraham, bukan hanya soal ketaatannya, tapi lebih dari itu....saya melihat betapa dia sangat mempercayai Allah dan mengenal kebaikanNya. Hal inilah yang membuat dia tidak ragu-ragu untuk memberikan apapun yang Allah minta, karena dia mengenal Allahnya. Bisakah kita menjadi seperti Abraham mulai hari ini? God bless you all..... J

By : Ps. Sariwati Goenawan – IFGF GISI Bandung

Sumber: http://www.rotihidup.com


Bagikan artikel ini:
Bagikan artikel ini FacebookFacebook


Artikel Terkait :



0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

Views