ADITYA – ANAK PANAH DI TANGAN TUHAN

Mazmur 127:4 Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.

Namanya Aditya. Masih sangat muda, baru saja memasuki sebuah universitas di Melbourne- Australia. Dan saya mengenalnya ketika dia masih tinggal di Cirebon, karena saya sering melayani di GISI Cirebon, dan setiap kali saya ke sana, beberapa kali saya menginap di rumah keluarganya.

Kalau sekedar menceritakan bagaimana dia bisa kuliah di Australia, rasanya tidak ada yang istimewa. Siapa saja, asal punya cukup uang dan kepandaian, pasti bisa berangkat ke sana dan kuliah di sana. Tapi untuk seorang Adit, begitu panggilan akrabnya, keberangkatannya ke sana merupakan satu mukjizat dan dibutuhkan satu perjuangan yang sangat beresiko bagi dirinya. Kalau soal keuangan, bagi keluarga Adit yang memang seorang pengusaha yang cukup dikenal di Cirebon, pastilah bukan masalah. Soal kepandaian, Adit juga bukan seorang yang bodoh, karena dia sangat tekun belajar dan bukan anak yang nakal. Bahkan saya mengenalnya sebagai seorang yang sangat sopan dan rajin melayani pula. Tapi kalau anda mengenalnya seperti saya mengenalnya, pasti anda juga akan ikut merasa prihatin dengan keberangkatannya ke negeri kangguru itu.

Ya, semua orang yang mengetahui kondisi keluarganya pasti akan setuju dengan saya jika saya katakan Adit sangat beruntung dengan memiliki keluarga yang sangat mapan, yang sangat takut akan Tuhan, yang sangat perduli dengan kondisi anak-anaknya, yang masih tetap punya waktu untuk mereka, yang sangat sayang pada mereka, dengan segala kebutuhan yang dapat terpenuhi.

Tapi Adit dilahirkan dengan kondisi yang berbeda dari anak-anak lainnya. Bahkan berbeda dari adiknya. Sejak lahir, ia membawa kelainan yang disebut ‘Spina Bivida’. Sebuah kelainan yang terdapat pada susunan ruas tulang belakang.

Mari saya terangkan sedikit apa ini. Pada setiap tulang punggung manusia, jika anda perhatikan baik-baik, ada serangkaian tulang belakang yang tersusun melingkar-lingkar dari atas sampai ke bawah, ke dekat tulang ekor. Nah, seharusnya untuk setiap kondisi yang normal, semua ruas-ruas yang melingkar-lingkar seperti cincin itu tersusun lengkap dan tidak ada rongga yang kurang. Tapi yang terjadi dengan Adit, karena satu dan lain hal, sehingga terjadi kekurang sempurnaan pada pembentukan tulangnya, yang menyebabkan ruas ke 4 dan ke 5 pada tulang tersebut tidak terbentuk dan membuat rongga. Atau tepatnya, pada ruas ke 4 dan ke 5 tersebut, Adit tidak memiliki cincin tulang yang seharusnya terbentuk. Dan sebagai akibatnya, kekosongan tersebut menyebabkan sebagian syaraf-syaraf yang seharusnya terlindungi dan tersembunyi di dalam tulang tersebut jadi keluar dan tergumpal oleh karena kelebihan Vitamin A yang dikonsumsinya selagi bayi.

Dan efek yang sangat tak terduga dari kondisi ini adalah, Adit mengalami kelumpuhan pada tungkai kakinya sehingga ia sulit berjalan dengan normal. Bahkan menurut kisah ibunya, pada waktu bayi sempat dikhawatirkan bahwa ia akan mengamali kesulitan untuk duduk karena tidak mampu menyangga berat tubuhnya sendiri. Dapat anda bayangkan, bagaimana perasaan orang tuanya ketika itu.

Dengan segala upaya, mereka membawa Adit yang ketika itu masih bayi ke berbagai dokter dan profesor untuk ditanggulangi secara maksimal. Bahkan sampai ke negeri Belanda untuk mendapatkan treatment khusus yang dapat membantunya semaksimal mungkin. Dan puji Tuhan, setidaknya bagian tersebut bisa ditanggulangi sehingga syaraf-syaraf tadi bisa diatasi dan Adit dapat duduk. Hanya saja, bagian tungkainya memang tidak tertolong. Terpaksalah ia sejak kecil harus memakai alat bantu untuk berjalan.

Kalau sekedar membicarakan kekurangan yang dia miliki, itu sama sekali tidak adil. Karena khusus untuk Adit, saya percaya sekali kalau Tuhan punya rencana yang sangat khusus. Ia akan Tuhan pakai untuk menjadi berkat dan motivasi untuk banyak orang yang mungkin memiliki masalah seperti ini. Satu hal yang saya lihat sejak pertama kali saya mengenalnya, ia sama sekali tidak minder dengan keadaannya.

Saya mengenalnya ketika ia sudah SMA. Dan saya menjabat tangannya ketika pertama kalinya saya menginap di rumahnya, saat itu ia baru saja dibantu ayahnya keluar dari mobil khususnya yang dia kendarai, dan berpindah ke sebuah kendaraan bermotor khusus yang disediakan bagi dia untuk mudah bergerak di rumahnya yang sangat luas. Dan saat itu juga tepatnya saya baru tahu kalau dia mempunyai kekurangan.

Tapi Adit memang bukan sosok yang terlalu ramai dalam pandangan saya. Ia agak pendiam, dan cenderung lebih banyak melakukan aktivitas di kamarnya. Tapi saya yakin itu lebih karena memang tidak mudah bagi dia untuk melakukan banyak aktivitas.

Ketika kebaktian dimulai, di mana saya melayani ketika itu, saya sedikit terkejut bercampur kagum, karena saya melihat bagaimana ia sudah lebih awal sampai di tempat kebaktian, dan duduk di kursi yang disediakan untuk pelayanan multi media. Wow...rupanya dia melayani juga. Dan memang rasanya komputer adalah benda yang sangat diminati olehnya. Itu kelihatan dari caranya mengotak-atik benda itu dengan lincahnya.

Selesai kebaktian, ia juga tidak lupa menyempatkan diri untuk bersenda gurau dengan beberapa teman seusianya dan pergi dengan mereka. Ia benar-benar seperti tidak ada bedanya dengan mereka, walaupun sikap pendiamnya kadang juga tampak. Tapi masih dalam taraf yang sangat wajar.

Beberapa waktu berselang dari pertemuan pertama kami itu, saya mendapat kabar kalau ia akan berangkat ke Australia untuk melanjutkan kuliahnya. Pada mulanya ia berniat pergi ke Amerika, tapi karena beberapa persyaratan dan melihat kebutuhan khususnya itu, ada persyaratan yang tidak bisa dia peroleh. Akhirnya mereka mencoba ke Australia, dan kali ini ia berhasil diterima. Seusai semuanya siap, merekapun berangkat mengantar Adit untuk kuliah di sana.

Papa mamanya bercerita bagaimana begitu banyak kemurahan Tuhan yang mereka rasakan untuk membawa Adit ke sana. Bahkan pengiriman kendaraan bermotor yang biasa Adit pakai itupun diberikan kemudahan dan kemurahan dalam biayanya sehingga tidak terlalu memberatkan mereka. God is awesome. Keluarga ini memang teladan saya dalam hal rasa takut akan Tuhan.

Singkat cerita, Adit pun sampai di negeri Kangguru itu dan tinggal di sana sendiri, kos di satu rumah yang notabene isinya para mahasiswa normal yang jauh dari orang tua juga. Ditambah dengan budaya ‘cuek’ ala bule, rasanya lengkap sudah kalau saya katakan bahwa orang tuanya harus memompa iman ekstra untuk meninggalkan Adit di sana. Hanya tangan Tuhan yang akan membantu dan menjaganya.

Cerita ini tidak berhenti sampai di sini. Tapi kalau saya tuliskan semuanya sekaligus, pasti anda akan kewalahan menyelesaikannya. Bisa jadi artikel ini akan menyita banyak waktu anda. Jadi, kali ini saya mau membaginya menjadi dua bagian. Di bagian berikutnya anda akan menemukan bagaimana kebesaran dan kebaikan Tuhan bisa dinyatakan di dalam hidup Adit. Ia mengalami banyak hal besar, bahkan hampir mati, tapi tangan Tuhan menyelamatkannya dengan caraNya yang ajaib. So, don’t miss it. God bless you.

By : Ps. Sariwati Goenawan – IFGF GISI BANDUNG

Sumber: http://www.rotihidup.com


Bagikan artikel ini:
Bagikan artikel ini FacebookFacebook


Artikel Terkait :



0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

Views